Bosan di kosan, nggak ada kerjaan, cuma bengong ngeliatin langit. Tiba-tiba kepikiran Rama. Kamar kosnya yang estetik itu selalu jadi tempat tujuan saat aku gabut.
Aku langsung chat dia, "Rama, lagi ngapain? Gabut nih."
"Lagi ngerjain tugas, nih. Kenapa?" balas Rama.
"Eh, aku lagi gabut banget nih. Mau ngobrol-ngobrol aja. Boleh nggak ke kosan kamu?"
"Boleh, silahkan," jawab Rama singkat.
Aku langsung bergegas ke kosan Rama. Sesampainya di sana, aku disambut senyum hangat dan segelas teh hangat.
"Makasih, tehnya," kataku.
"Sama-sama," jawab Rama.
Kami ngobrol banyak hal, dari mulai film terbaru sampai masalah kuliah. Rama adalah pendengar yang baik. Dia selalu sabar mendengarkan cerita-cerita aku, meskipun kadang aku ngelantur.
Terutama saat aku ada masalah sama Namia. Rama selalu jadi tempat curhat terbaik. Namia, cewekku, seringkali bikin aku pusing. Konflik-konflik kecil selalu muncul, dan aku selalu merasa lelah menghadapinya.
"Rama, aku lagi bete nih sama Namia," kataku, suaraku terdengar lesu.
"Kenapa lagi?" tanya Rama, matanya menatapku dengan penuh perhatian.
"Dia lagi ngambek gara-gara aku lupa ulang tahunnya," jawabku.
"Lupa ulang tahun? Kok bisa?" tanya Rama, heran.
"Ya, aku lupa. Aku lagi sibuk ngerjain tugas kuliah. Namia marah banget, dia bilang aku nggak perhatian."
"Hmm, kasian Namia. Tapi, kamu juga harus ngertiin Namia, ya. Ulang tahun itu penting buat dia. Kamu harus lebih perhatian," kata Rama, menasihati.
"Iya, aku tahu. Aku udah minta maaf. Tapi, dia masih ngambek," jawabku.
"Kamu udah coba ngajak dia ngobrol? Coba ajak dia makan atau nonton film," saran Rama.
"Oke, nanti aku coba," kataku.
Rama selalu bisa menenangkan hatiku. Dia selalu bisa memberikan solusi dan perspektif baru.
Lama-kelamaan, aku menyadari kalau hubungan aku sama Namia hanya dipenuhi konflik dan hal-hal tak produktif. Sementara Rama adalah penyembuhnya.
Aku mulai merasa jika aku lebih membutuhkan Rama daripada Namia. Rama adalah cowok kalem yang cenderung pendiam, namun adalah seorang pendengar yang penuh empati.
Aku menyukai cara Rama mendengarkan ceritaku. Dia tidak pernah menilai atau menghukum. Dia hanya mendengarkan dengan tulus dan memberikan solusi yang bijak.
Aku menghargai keberadaan Rama dalam hidupku. Dia adalah teman sejati yang selalu ada untukku di saat aku membutuhkannya.
Mungkin aku harus mulai memperhatikan perasaanku pada Rama. Aku takut akan menyakiti Namia, tapi aku juga takut akan kehilangan Rama.
Aku harus memikirkan baik-baik langkah yang akan aku ambil selanjutnya.
-00-
Hari ini aku nginep di kosan Rama. Kami ngobrol sampai larut malam, ngomongin masa depan dan mimpi. Rama mengatakan dia ingin menjadi arsitek. Aku mengatakan aku ingin membuka usaha kuliner.
Kami berbagi cita-cita dan harapan dengan tulus. Aku merasa tenang dan bahagia bersama Rama.
-00-
Hari ini aku keluar makan bareng Rama. Kami makan di warung bakso favoritku. Rama mengatakan dia suka makan bakso pedas. Aku tertawa menertawakannya.
"Kamu kok suka makan pedas?" tanyaku.
"Ya, biar hidup lebih berani," jawab Rama, sambil tersenyum.
Aku menatap matanya yang berbinar-binar. Aku terpesona oleh kepribadian Rama.
Aku mulai merasa bingung. Aku mencintai Namia, tapi aku juga menyukai Rama. Aku takut akan menyakiti Namia, tapi aku juga takut akan kehilangan Rama.
Aku harus memikirkan baik-baik langkah yang akan aku ambil selanjutnya.
Aku ingin mencari jawaban di hati aku. Aku ingin tahu siapa yang benar-benar aku cintai.
Aku harus memutuskan, dan apakah mungkin Rama bisa menjadi kekasihku? Apakah dia akan shock dengan pengakuanku?
Lanjutannya KLIK DISINI
0 Komentar