Semalam dengan Chelvin, Mantan Kekasihku


 
Jogja, kota yang selalu punya tempat spesial di hatiku. Kali ini aku datang bukan untuk liburan, tapi untuk urusan pekerjaan. 

Namun, ada satu pertemuan yang membuat perjalanan ini terasa istimewa. Pertemuan dengan Chelvin, mantan kekasihku yang kini menetap di Jogja.
 
Sejak kami berpisah, hubungan kami tetap baik. Kami masih saling peduli, saling memberi kabar.  Terakhir kali bertemu, rasanya sudah bertahun-tahun.  

Saat tahu aku akan ke Jogja, dia langsung menghubungi dan mengajak bertemu.
 
Senja hari, kami bertemu di Sate Klathak, tempat makan favorit kami dulu.  Suasana hangat langsung terasa saat kami berbincang.  

Chelvin bercerita tentang keluarganya, tentang istrinya yang cantik dan anaknya yang lucu.  Dia tampak bahagia.  Aku pun bercerita tentang hidupku, tentang istriku dan anak-anakku.  Kami sama-sama berusaha menjadi suami yang baik untuk keluarga masing-masing.
 
Waktu berlalu begitu cepat, langit mulai gelap.  Chelvin mengantarkanku ke penginapan.  

Saat di depan pintu, kami saling menatap, rasa rindu yang terpendam selama ini akhirnya terluapkan.  Kami berciuman, sebatas melepas kerinduan, tanpa ada makna lain.

"Maaf," ucapnya.

"Gakpapa," jawabku sambil melepaskan tangannya yang memegang pundakku.
 
Saat itu, aku merasakan kembali cinta yang dulu pernah kami rasakan.  Namun, aku sadar, cinta itu tak lagi bisa menjadi milik kami berdua.  Kami sudah memiliki kehidupan masing-masing, keluarga yang harus kami jaga.
 
Dengan perasaan berat, aku harus berpisah dengan Chelvin.  Aku harus fokus pada keluarga baruku, istriku yang sah.  Aku harus mencintainya dengan sepenuh hati, seperti halnya dia mencintai aku.

"Kalau ke Jogja, kabar-kabar lagi ya," pungkasnya sebelum pergi dari hadapanku.
 
Pertemuan ini meninggalkan jejak manis di hatiku.  Kenangan indah yang tak akan pernah terlupakan.  Namun, aku harus tetap melangkah maju, membangun masa depan yang bahagia bersama keluarga baruku.
 
Semoga Chelvin juga bahagia dengan keluarganya. 

Hati kami telah menyatu, namun takdir tak memungkinkan untuk bersama.
 
Tak lama setelah aku masuk ke kamar, Chelvin tiba-tiba kembali.  Raut wajahnya tampak gelisah, matanya berkaca-kaca.  

"Aku boleh nginep di sini, ya?" tanyanya, suaranya bergetar.
 
Aku tertegun.  Jujur, aku masih merasa sedikit terusik dengan kehadirannya.  Tapi melihat raut wajahnya yang penuh harap, aku tak tega menolak.  

"Boleh, tapi..."  Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha bersikap tegas.  "Kita harus tetap menjaga jarak.  Kita sudah punya keluarga masing-masing."
 
Chelvin mengangguk, matanya berkaca-kaca.  

"Aku mengerti.  Aku hanya...  Aku hanya ingin merasakan sedikit lagi kehangatan yang dulu pernah kita miliki."
 
Malam itu, kami tidur di kamar yang sama, namun dengan sekat yang jelas.  Kami berbincang, berbagi cerita tentang hidup kami masing-masing. 

Aku merasakan kembali kedekatan yang pernah kami miliki, namun kali ini terasa berbeda.  Ada rasa canggung, ada rasa sedih, dan ada rasa syukur karena kami masih bisa saling menjaga.
 
Saat fajar menyingsing, Chelvin pamit.  Dia berjanji akan menjaga jarak dan fokus pada keluarganya.  Aku pun berjanji akan melakukan hal yang sama.
 
Pertemuan ini, meski singkat, membuatku kembali merenung.  Cinta memang bisa datang dan pergi, namun kenangan yang tercipta akan tetap terukir di hati.  

Aku harus belajar untuk melepaskan masa lalu dan fokus pada masa depan yang cerah bersama keluarga baruku.
 
Namun, di balik semua itu, aku tetap berharap Chelvin bahagia.  Semoga dia menemukan kebahagiaan sejati bersama keluarganya.

Posting Komentar

0 Komentar