malam itu, percakapan mereka terhenti dalam keheningan yang dalam. hanya suara hujan yang menetes dari atap seng menemani mereka.
raka menatap hendra dengan lembut, matanya penuh keyakinan, seakan ingin memastikan bahwa apa yang ia katakan bukan hanya sekadar janji.
perlahan, raka mendekat. tangan kokohnya meraih bahu hendra, menariknya dalam pelukan.
pelukan itu hangat, penuh dengan rasa yang selama ini mereka pendam.
hendra sempat membeku, tapi kemudian ia membalas pelukan itu, membenamkan wajahnya di bahu raka.
"makasih, rak," bisiknya pelan, suaranya bergetar.
raka menurunkan kepalanya sedikit, menyentuh kening hendra dengan keningnya sendiri.
"aku nggak akan ninggalin kamu, hen. apa pun yang dunia bilang, aku di sini."
dan sebelum hendra sempat merespon, raka mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan lembut di bibir hendra.
kecupan itu penuh kehangatan, tanpa paksaan, hanya kejujuran dari perasaan yang selama ini terpendam.
hendra tersenyum kecil setelahnya, pipinya memerah.
"raka... kamu yakin? ini nggak gampang."
raka tersenyum lebar, menangkup wajah hendra dengan kedua tangannya.
"aku yakin, hen. apa pun yang kamu mau, aku akan jadi itu buat kamu."
dan raka membuktikannya. malam itu, di bawah temaram lampu kamar mereka, raka mengambil peran yang selama ini diragukan hendra.
raka menjamah seluruh tubuh hendra yang bersih dan mulus, hingga rimingan geli di area lubangnya yang tak berbulu.
Kondom dan pelumas ia siapkan untuk menunjukkan rasa kasih sayang.
desahan lembut dan cengkraman mesra mengawali sesi ketika penis raka yang kerasa memasuki lubang hendra yang berdenyut.
gesekan kasih sayang itu secara intens membawa mereka pada nikmat duniawi.
menit-menit yang memberikan mereka sensasi dan rasa nyaman paling nyaman.
hingga cairan bening, putih kental kekuningan menyembur dari kontol hendra.
raka melakukannya dengan lembut, penuh rasa, memastikan bahwa setiap langkah adalah untuk membuat hendra merasa nyaman dan dicintai.
peran yang selama ini mereka takutkan menjadi sesuatu yang tak lagi penting. yang ada hanyalah mereka berdua, saling memahami, saling menerima, dan saling mencintai tanpa syarat.
malam itu menjadi awal baru bagi mereka. kamar nomor 207 tidak lagi hanya menjadi tempat berteduh dari dinginnya udara luar, tapi juga tempat di mana mereka menemukan rumah sejati—di dalam pelukan satu sama lain. []
0 Komentar