Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.
KILAS RASA
memuat
Memuat konten...

Aku ³mut Boleh?




Aku membuka sempak merah gelap Arga pelan-pelan, seperti lagi buka kado. 

Kontolnya udah ngaceng banget, berdiri tegak, tapi terlihat kecil. Mungkin cuma sekitar 11 cm, tapi tebal dan uratnya menonjol. 

Kulitnya gelap, matching sama warna kulitnya yang eksotis itu.

"Punyaku kecil sih," ucapnya malu-malu, mukanya merah padam sambil ngelirik ke bawah.

Aku tersenyum, mata aku ketemu mata dia. 

"Tak masalah, Arga. Yang penting enak," jawabku sambil pegang pangkalnya pelan. 

Aku jilat perlahan dari bawah ke atas, lidahku menyapu kulitnya yang hangat. Dia mengerang pelan, badannya gemetar.

"Geli, ah... tapi enak," katanya, suaranya bergetar.

Aku jilat lagi, kali ini lebih lama, mainin lidah di kepalanya yang sudah basah. 

Lalu aku kulum pelan, mulutku menyelimuti separuhnya. Dia mendesah panjang, tangannya pegang rambutku.

-00-

Liburan kali ini beda banget. Aku dipaksa tinggal di rumah nenek selama 3 minggu. 

Nenek yang minta, katanya biar aku ngerasain hidup di desa, jauh dari hiruk-pikuk kota. 

Aku awalnya malas banget, bayangin aja, nggak ada WiFi stabil, nggak ada mall, cuma sawah dan hutan. 

Tapi ya sudahlah, aku berangkat aja naik bus malam.

Sampai di sana, rumah nenek masih kayak dulu, kayu-kayu tua tapi nyaman. 

Nenek tinggal sendirian sejak kakek meninggal, tapi dibantu sama Pak Nuri, kerabat jauh kami. 

Pak Nuri itu anaknya adik iparnya kakek, orangnya ramah, kerjaannya ngurus kebun dan bantu tetangga.

Waktu aku tiba, di teras rumah ada seorang remaja lagi angkat-angkat kayu. 

Kulitnya eksotis, cokelat keemasan kayak sering kena matahari. 

Badannya kekar, otot lengan dan dada menonjol, pasti sering olahraga. 

Dia anaknya Pak Nuri, namanya Arga. Umurnya 20, sebaya aku. Tak jauh dari rumah ada home workout sederhana, katanya dia udah latihan setahun ini, bikin badannya kayak atlet desa.

Arga lah yang sering bantu nenek. Membersihkan rumah, benahi atap yang bocor pas musim hujan, atau angkut air dari sumur. 

Aku yang awalnya ogah-ogahan, eh malah langsung akrab sama dia. 

Hari pertama aja, dia ajak aku jalan ke hutan nyari kayu bakar.

"Ayo, Kak. Biar nggak bosen di rumah terus," katanya sambil senyum lebar, giginya putih kontras sama kulitnya.

Di hutan, kami ngobrol panjang. Dia cerita soal desa, sekolahnya yang cuma sampe SMA, mimpi jadi binaragawan. 

Aku cerita kota, kuliahku yang hectic, pacar-pacar yang nggak bener. 

Kami ketawa bareng pas aku jatuh ke lumpur, dia bantu angkat sambil pegang tanganku lama. Hangat.

Besoknya, kami ke sungai nangkap ikan. Arga pake jaring sederhana, badannya basah kuyup, ototnya keliatan banget. 

"Lihat nih, Kak. Ikan nila gede!" serunya sambil angkat ikan yang menggelepar. 

Aku cuma bisa ngeliatin dia, hati aku berdegup. Ini pengalaman baru, tak bisa kudapatkan di kota. 

Di sana, cowok-cowok cuma main HP, tapi Arga beda—sederhana, kuat, dan manis.

Hubungan kami terbangun cepat. Dari teman, jadi deket banget. 

Malam-malam kami duduk di teras, ngobrol sampe larut. 

"Kak, lo beda sama anak kota lain. Lo asik, gak sombong," katanya suatu malam, mata kami saling tatap. 

Aku tersipu, lalu pelan-pelan kami ciuman pertama. Manis, lembut, di bawah bintang desa.

Asmara kami berkembang. Aku tertarik banget sama dia, pengen coba yang lebih. 

Suatu sore di gudang belakang rumah, pas lagi hujan deras, aku bilang, "Arga, aku pengen nyepong kamu." Dia kaget, mukanya bingung. 

"Apa tuh, Kak? Maksudnya...?" tanyanya polos.

Aku ketawa pelan. "Biarin aku tunjukin." Kami sembunyi di tumpukan jerami, hujan bikin suasana romantis. 

Aku buka celananya, kontolnya udah setengah ngaceng. Kecil tapi tebal, aku suka. 

Aku mulai jilat dari pangkal, lidahku menyusuri urat-uratnya yang menonjol. 

Arga mengerang, "Ah... Kak, enak banget." Aku percepat, jilat kepalanya yang licin, putar-putar lidah di sekitar lubang kecilnya. Bau maskulinnya bikin aku makin horny.

Lalu aku kulum seluruhnya, mulutku naik-turun pelan dulu, tapi makin cepat. 

Tanganku mainin telurnya yang berat, pijat-pijat lembut. Arga mendesah-desah, "Kak... gila, ini... ahhh." 

Badannya tegang, pinggulnya dorong pelan ke mulutku. Aku hisap lebih kuat, lidahku main di bawah kepalanya, sensasi yang bikin dia gila. 

Air liurku campur precumnya, bikin licin dan enak.

Dia pegang kepalaku, "Kak, aku... mau keluar..." katanya terengah. 

Aku nggak berhenti, malah percepat. Tiba-tiba, kontolnya berdenyut, sperma keluar kental dan melimpah. 

Pertama muncrat ke tenggorokanku, panas dan asin, aku telan sebagian. 

Lalu aku keluarin, biar muncrat ke mukaku—putih kental, banyak banget, nempel di bibir dan pipi. 

Aku jilat sisa-sisanya, sambil senyum ke dia yang lagi napas ngos-ngosan.

"Wow, Kak... itu luar biasa," ucapnya, peluk aku erat.


Kilas Rasa
VIDEO DEWASA UPDATE HARIAN