Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.
KILAS RASA
memuat
Memuat konten...

Cowok Cakep Banget di Kos Baruku



Ruang tengah kos kami ada deretan kursi dan aku duduk sambil ngerjakan tugas.

Dery keluar dari kamar mandi, masih sibuk melipat handuk padahal pintu telah dibuka.

Sekilas aku sempat melihatnya berdiri sempakan doang sebelum handuk menutupinya.

-00-

Pindah kos selalu menyisakan rasa campur-aduk: antara lega, canggung, dan sedikit tegang seperti mau ujian tanpa kisi-kisi. 

Aku berharap kos baru ini lebih kondusif, karena kos lama terlalu bising—setiap malam seperti konser dangdut tanpa izin warga. 

Kepala rasanya mau pecah, jadi aku memutuskan pindah pas libur kuliah, sebelum otak benar-benar menyerah.

Karena pindah saat liburan, otomatis aku belum kenal siapa pun di deretan kamar sepanjang lorong ini. Sunyi. 

Lampu lorong kuning redup. Sesekali terdengar suara pintu dibuka pelan. Semacam suasana film horror, bedanya tidak ada hantu, hanya manusia yang belum kukenal.

Hari pertama, aku beres-beres kamar. Menyapu, menata meja belajar, membersihkan jendela, memasang rak buku—berusaha menghadirkan energi positif. 

Aku benar-benar ingin hidup lebih tertata. Target IPK naik, jadwal tidur rapi, dan otak fokus pada masa depan, bukan hal-hal percintaan atau drama tidak penting.

Lalu muncul satu gangguan visual.

Di antara deretan kamar, ada satu penghuni yang mencuri perhatian. 

Cowok itu lewat begitu saja di depan kamarku, seakan lorong itu catwalk pribadi. 

Tubuhnya proporsional, tegap, kelihatan rajin olahraga. Kaos hitamnya sederhana, tapi justru menonjolkan bentuk badannya. 

Rambutnya agak basah seperti habis keramas. Dia menunduk melihat ponsel, tidak sadar aku memperhatikannya.

Refleks aku membatin: duh, kenapa harus ada cowok cakep di sini?

Bukan karena aku mau jatuh hati—justru sebaliknya. Aku tidak suka karena ini berpotensi memecah konsentrasiku. 

Fokusku bisa bubar hanya karena satu sosok yang tidak sengaja lewat. Aku datang untuk memperbaiki hidup, bukan untuk terganggu hormon.

Tapi alam semesta rupanya punya selera humor yang kejam. 

Belum genset pikiran kembali stabil, dia lewat lagi. Kali ini bukan pakai kaos hitam. Bukan pakai baju sama sekali. Hanya handuk, dililit di pinggang, masih meneteskan air dari rambutnya.

Aku terpaku, menyengir kecut, setengah ingin menutup pintu dengan keras, setengah ingin pura-pura tidak melihat apa pun.

Sial.

Dia berjalan santai, seakan itu hal paling normal di dunia. Mungkin memang normal baginya, tapi bagi otakku yang rapuh ini? Tidak. Sama sekali tidak.

Setelah itu, entah kenapa dia sering lewat begitu setiap habis mandi. Mungkin jalurnya kebetulan di depan kamarku. 

Mungkin dia tidak sadar efek visualnya seperti meteor jatuh. Pemandangan itu tidak seharusnya jadi rutinitas harian, tapi nyatanya begitu.

Setiap kali dia lewat, aku menggenggam buku erat-erat, padahal jelas tidak baca apa-apa. Konsentrasiku berceceran seperti cat tumpah.

Sepertinya kosku tidak kondusif.

Lebih tepatnya, pikiranku sendiri yang tidak kondusif.

Aku duduk di tepi kasur, menarik napas panjang. Mungkin aku harus belajar meditasi. Atau pakai penutup mata seperti kuda pacuan. Atau, pilihan paling logis: pura-pura tidak peduli.

Karena aku datang untuk belajar. Untuk fokus. Untuk masa depan.

Meski masa depan itu sedang lewat di depan kamar, hanya berbalut handuk.

Ya sudah, hidup memang suka bercanda. Selamat datang di kos baru, pikiranku. Ini akan jadi petualangan panjang.


ANAK KOS
VIDEO DEWASA UPDATE HARIAN