Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.
KILAS RASA
memuat
Memuat konten...

Papa Kita dulu Ternyata BF an

 
Aku heran kenapa papaku dan papanya Oni akrab banget. Setiap bulan pasti ada telepon panjang, bertukar cerita tentang kerjaan, keadaanku dan Oni, bahkan terkadang hanya ngobrol seputar cuaca yang tak penting. 

Bahkan, dua keluarga kami selalu mengagendakan liburan bareng setiap tahun—entah ke pantai, gunung, atau hanya menginap di villa dekat kota. 

Mama sering bercanda, "Kalian kayak sahabat dari lahir ya, Pak Doni dan Pak Rio?" Dan keduanya pasti tertawa riang, saling menepuk pundak.
 
Kemarin, saat liburan ke Pantai, aku dan papa duduk sendirian di teras villa sambil menonton matahari terbenam. 

Udara segar menyemprot wajah, dan ombak berdesir perlahan. Tiba-tiba papa menghela napas dalam, seolah mau mengungkapkan sesuatu yang tersimpan lama. 

"Nak, ada sesuatu yang aku mau ceritakan padamu," katanya dengan suaranya yang lembut.
 
Aku menoleh, penasaran. Papa jarang ngomong tentang masa lalunya. 

"Tahu nggak, dulu... aku adalah boyfriendnya papanya Oni."
 
Kata-katanya membuatku terkejut, mulutku terbuka lebar. Aku menatapnya, tidak percaya. Papa tersenyum lembut, mengangguk. 

"Ya, nak. Itu dulu, sebelum aku ketemu mama. Kami saling menyukai satu sama lain, hidup bersama sebentar. Tapi itu masa lalu."
 
Dia menjelaskan bahwa dia memang biseksual—sangat nyaman dengan keberadaan dirinya sendiri, tidak perlu menyembunyikan. 

Tapi mereka berdua tahu, hidup di masa itu tidak semudah sekarang. Mereka berpisah dengan penuh kesadaran, tanpa perselisihan, tanpa dendam. 

"Kita sepakat, harus melanjutkan hidup yang selayaknya—membangun keluarga, memiliki anak yang dicintai," ujar papa, menatap mataku dengan penuh kebenaran. 

"Dan kami berjanji, persahabatan kita tidak akan putus karena itu."
 
Akhirnya, papa memegang tanganku erat. 

"Nak, ini rahasia kita ya. Jangan ceritakan ke mama, ya? Bukan karena ada yang salah, tapi mama belum pernah tahu, dan aku merasa tidak perlu membuatnya terkejut. Biarkan ini antara kita dan papanya Oni saja." Aku mengangguk, memahami keinginannya.
 
Esok paginya, aku bertemu Oni di pantai. Dia sedang membangun istana pasir, matanya bersinar ceria. 

Tiba-tiba dia berhenti, menatapku dengan wajah yang sedikit serius. 

"Hei, kawan. Papaku cerita kemarin loh..." katanya, ragu-ragu. "Tentang masa lalu dia sama papamu."
 
Aku terkejut sekali lagi. Oni mengangguk, tersenyum lembut seperti papa. 

"Dia bilang, dulu papamu adalah pacarnya. Dan dia minta aku jangan ceritakan ke orang lain, termasuk mama aku."
 
Kita berdua diam sejenak, menyaksikan ombak yang terus menerus menyentuh pantai. 

Kemudian, kami tertawa bersama—tertawa karena kebetulan, karena rasa lega, karena tahu bahwa kita berdua adalah orang yang dipercaya dengan rahasia yang sama.
 
"Jadi, kita adalah sahabat yang tahu rahasia keluarga masing-masing ya?" ucap Oni. Aku mengangguk, menjabat tangannya. 

Di matahari yang menyinari terang, aku merasa lebih dekat dengan Oni, dan lebih memahami mengapa kedua papa kita begitu akrab. 

Rahasia itu bukanlah hal yang harus disembunyikan dengan malu, melainkan bagian dari cerita hidup yang indah—yang membuat persahabatan mereka semakin kuat, dan hubungan dua keluarga kita semakin erat.
Friendship